SEJARAH KERAJAAN KALINYAMAT

Kerajaan Kalinyamat merupakan sebuah kerajaan yang berasal terdapat di Jepara, Dahulunya Kalinyamat dan Jepara merupakan sebuah Kadipaten bawahan dari Kerajaan Demak, tetapi karena ketika Kerajaan Demak yang saat itu di pimpin Sunan Prawoto dan Arya Penangsang membunuh Sultan Hadlirin, Maka Wilayah Kalinyamat dan Jepara mendirikan Kerajaan sendiri dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Kalinyamat meliputi JeparaKudusPatiJuwanaRembangMataram. Sedangkan Tanah Pati dan Hutan Mentaok (Mataram) di buat sayembara untuk siapa saja yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Tembok bentengnya membentang di beberapa desa, meliputi PurwogondoMargoyosoKriyanBakalanRobayan dan pusat Kraton / Siti Inggil di Kriyan, kerajaan Kalinyamat terdapat di daerah Kalinyamatan.



Pangeran dan Ratu Kalinyamat

Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Trenggana, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.
Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar dari Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Kesultanan Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri Sultan Trenggana (Raja Demak), sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.

Masa Keemasan

Kebesaran Ratu Kalinyamat pernah dilukiskan oleh penulis Portugis Diego de Couto, sebagai (Rainha de Japara, senhora paderosa e rica) yang berarti Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa. Selama 30 tahun kekuasaannya (1549-1579), ia berhasil membawa Jepara ke puncak kejayaannya. Meski pada hakikatnya Jepara merupakan bagian dari Kesultanan Demak, tetapi secara de facto Jepara memiliki kekuasaan dan kewibawaan paling tinggi. Pada waktu itu Kesultanan Demak dipimpin oleh Pangeran Pangiri, putra bungsu Sultan Trenggana. Tapi pengaruh Demak tidaklah sehebat pengaruh Jepara. Hal ini disebabkan karena Jepara sangat kuat dalam bidang ekonomi dan militer.
Ratu Kalinyamat berhasil menghidupkan kembali perekonomian Jepara yang telah porak poranda akibat perang saudara yang berkepanjangan. Ia menjadikan pelabuhan Jepara sebagai pelabuhan transit bagi perdagangan nusantara. Saat itu Pelabuhan Jepara sangat ramai oleh pedagang-pedagang dari Ambon yang membawa rempah-rempah. JeparaBantenSemarang mernjual beras bagi para pedagang Ambon. Sedangkan Ambon menjadi produsen rempah-rempah bagi seluruh kerajaan di Jawa. Tercatat pedagang-pedagang AcehMalakaBantenDemakSemarangTegalBaliMakassarBanjarmasinTuban dan Gresik turut meramaikan pelabuhan Jepara . Dapat dikatakan Pelabuhan Jepara menjadi tempat transaksi perdagangan berskala internasional. Ratu Kalinyamat pun memungut cukai bagi setiap kapal yang bertransaksi di Pelabuhan Jepara. Hasil perdagangan beras dan cukai tersebut menjadikan Jepara sebagai Kerajaan yang makmur, kaya raya.
Dengan kekayaannya, Ratu Kalinyamat membangun armada Laut yang sangat kuat untuk melindungi kerajaannya yang bercorak maritim. Sebagai Kerajaan Maritim yang bercorak Islam, Kerajaan Jepara sangat dihormati dan disegani oleh kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Kekuatan armada laut Kerajaan Jepara sudah tersohor di seluruh nusantara. Banyak kerajaan-kerajaan lain yang meminta bantuan armada laut Jepara untuk melindungi negerinya. Saat itu Ratu Kalinyamat sangat berpengaruh di Pulau Jawa. Ia adalah Ratu yang memiliki posisi politik yang kuat dan kondisi ekonomi yang kaya raya. Ia menjalin hubungan diplomatik yang sangat baik dengan Kerajaan-kerajaan Maritim Islam lainnya. Jepara menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan JohorKesultanan AcehKesultanan BantenKesultanan CirebonAmbon dan Kesultanan Demak.

Kemunduran

Ratu Kalinyamat tidak mempunyai anak oleh karena itu kemenakannya, yang dijadikan anak angkat, bernama Pangeran Jepara (anak Sultan Maulana Hasanudin dari Kesultanan Banten), menggantikannya sebagai penguasa Jepara. Pangeran, yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil menduduki Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat dihancurkan. Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram.

Kematian Pangeran Kalinyamat

Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena lelahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, bupati Pajang, karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang.
Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak. Ia pun mengadakan sayembara yang berhadiah tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki PenjawiArya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan, berkat siasat cerdik Ki Juru Martani.


Peperangan Ratu kalinyamat Dengan Portugis

Perang Pertama

Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah DemakJepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.

Perang Kedua

Pada tahun 1564Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".

Perang Ketiga

Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.


Keruntuhan

Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten.
pada masa pemerintahan Pangerang Jepara ini terjadi pemberontakan di Pajang oleh Mataram yang berakhir dengan kekalahan pihak Pajang. Sehinnga pemberontakan[1] ini terjadi pada tahun 1578 mengakibatkan keruntuhan Kesultanan Pajang.
Dua belas tahun kemudian, tiba giliran Jepara (Kalinyamat) di serang bala tentara Kerajaan Mataram. Akan tetapi pasukan Kerajaan Mataram sangat susah menyerang Jepara dikarenakan di Jepara terdapat Benteng yang kuat dengan banyak prajurit yang menjaganya, bala pasukan Kerajaan Mataram menyerang berkali-kali gagal menaklukan Jepara (Kalinyamat). Hingga ahirnya pasukan Kerajaan Mataram melakukan serangan secara besar-besaran 3 kali tetap gagal.
Serangan besar ketiga terjadi pada tahun 1599, pasukan Panembahan Senopati dari Kerajaan Mataram datang menyerbu, ketika Pangeran Arya Jepara meninggalkan Jepara untuk membesuk ayahnya yaitu Maulana Hasanuddin (Sultan dari Kesultanan Banten) yang sedang sakit, Agaknya kali ini Jepara keteteran membendung serangan pasukan Kerajaan Mataram yang dahsyat. Maka tak ayal lagi, Kalinyamat yang merupakan ibukota Kerajaan Jepara bernasib serupa dengan ibukota Kesultanan Pajang yang berada di Kota Pajang. Jepara diduduki dan Kota Kalinyamat dihancurkan, Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kerajaan Mataram. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1599 M yang meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Kalinyamat yang di kenal dengan sebutan Bedhahe Kalinyamat. Kerajaan Mataram butuh waktu 9 tahun untuk menaklukan Jepara, yaitu dengan berkali-kali serangan kecil dan 3 kali serangan secara besar.

Penguasa Kalinyamat


  • Ratu Kalinyamat (1527-1536)
  • Sultan Hadlirin (1536-1546)
  • Raja Kalinyamat (1546-1579)
  • Pangeran Arya Jepara (1579-1599)

Peninggalan Kerajaan Kalinyamat

  • Kraton Kalinyamat
  • Taman Kraton Kalinyamat dan Siti inggil
  • Benteng Keraton Kalinyamat
  • Keraton Mantingan
  • Keris Tegalsambi

Anak Angkat Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda, yaitu:
  • Pangeran Timur Rangga Jumena
Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun.
  • Arya Pangiri
Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak.
  • Pangeran Arya Jepara
Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggono).

Source:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kalinyamat

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

ayo berkomentar dengan kata-kata yang sopan